Senin, 16 Januari 2017

WARGA NEGARA DAN SISTEM KEWARGANEGARAAN

DESKRIPDI MATERI:  WARGA NEGARA DAN SISTEM KEWARGANEGARAAN 
A. Konsep Dasar Warga Negara Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab. Secara singkat, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini, dinyatakan bahwa oarang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia,


mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara. Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang- undangan dan / atau perjanjian-perjanjian dan / atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia. 1. Orang Asing  Berdasarkan hubungannya dengan pemerintah, rakyat pada suatu negara dapat dibedakan menjadi dua. Yakni warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah warga yang menetap di suatu wilayah tertentu di Indonesia. Seorang warga negara diakui kewarganegaraannya dalam undang-undang atau perjanjian dan bisa juga denganproses naturalisasi. Warga negara merupakan subjek-subjek hukum yang memiliki hak serta kewajiban dari dan juga terhadap negara. Bukan warga negara atau biasa disebut orang asing adalah orang yang tinggal di suatu negara namun secara hukum bukan termasuk warga negara Indonesia. Namun bukan warga negara tetap harus patuh terhadap pemerintah. Contoh bukan warga negara adalah seperti duta besar beserta stafnya, kontraktor asing, pengusaha asing, dan sebagainya. Yang membedakan antara bukan warga negara dan warga negara adalah hak-hak dan kewajiban seperti yang dimiliki warga negara tidak dimiliki oleh seseorang yang bukan warga negara. 
2. Warga Negara  Orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara dahulu biasa disebut hamba atau kawula anegara. Namun sekarang ini lazim disebut warga negara, karena sesuai dengan kedudukannya sebagai orang yang merdeka. Ia tidak lagi sebagai hamba raja, melainkan anggota atau warga dari suatu negara. Jadi warga secara sederhana dapat di artikan sebagai anggota dari suatu negara.  Dalam keseharian (bahasa awam) pengertian warga negara sering disamakan dengan rakyat atau penduduk. Padahal tidaklah demikian. Terkait dengan hal ini maka perlu dijelaskan pengertian masing-masing dan perbedaannya.


Orang yang berada disuatu wilayah negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah negara dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan yang bukan penduduk adalah orang-orang yang hanya tinggal sementara waktu saja di wilayah suatu negara.  Selanjutnya penduduk dalam suatu negara dapat dipilah lagi menjadi dua yaitu warga negara dan orang asing. Austin Raney menyatakan bahwa setiap negara memiliki sejumlah orang tertentu yang dianggap sebagai warga negaranya dan yang lainnya adalah sebagai orang asing. Warga negara adalah orang-orang yang menurut hukum atau secara resmi merupakan anggota dari suatu negara tertentu. Mereka memberikan kesetiaannya pada negara itu, menerima perlindungan darinya, serta menikmati hak untuk ikut serta dalam proses politik. Mereka mempunyai hubungan secara hukum yang tidak terputus dengan negaranya meskipun yang bersangkutan telah didomisili diluar negeri, asalkan ia tidak memutuskan kewarganegaraannya.  
B. Sistem Kewarganegaraan  Pada asasnya ada beberapa sistem (kriteria umum) yang digunakan untuk menentukan siapa yang menjadi warga negara suatu negara. Kriteria tersebut yaitu : 1. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Kelahiran a. Asas Ius Soli (Law of The Soli) Asas ius adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat dimana orang tersebut dilahirkan. Asas ius soli disebut juga asas daerah kelahiran. Sedang asas ius sanguinis ialah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian daerah atau keturunan dari orang yang bersangkutan. b. Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood) Asas ius sanguinis ialah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian daerah atau keturunan dari orang yang bersangkutan. c. Masalah Kewarganegaraan


 Apatride Apatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut asas Ius Soli lahir di Negara yang menganut Ius Sanguinis. Contoh : Seorang keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis,) maka orang tersebut bukan warga negara A maupun warga negara B.  Bipatride Bipatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut Ius Sanguinis lahir di Negara lain ynag menganut Ius Soli, maka kedua Negara tersebut menganggap bahwa anak tersebut warga Negaranya. Contoh : Seorang keturunan bangsa C (Ius Sanguinis) lahir di negara D (Ius Soli). Sehingga karena ia keturunan negara C, maka dianggap warga negara C, tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga negara,karena ia lahir di negara D.  Multipatride Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang bipatride juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status bipatride-nya. 
2. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Perkawinan a. Asas Kesatuan Hukum Asas kesatuan hukum berangkat dari paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat, dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya,suami istri ataupun keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan secara yuridis maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batín. Dan kesatuan hukum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf persamaan antara suami istri sehingga sekedar mencari manfaatnya bagi sang suami saja.


b. Asas Persamaan Derajat Menurut asas persamarataan bahwa perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan seseorang, dalam arti masing-masing istri atau suami bebas menentukan sikap dalam menentukan kewarganegaraanya. Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum, misalnya seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu Negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan pasangan di Negara tersebut. 
3. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.     
C. Sejarah Kewarganegaraan  Mengetahui tentang masalah kewarganegaraan juga melibatkan sejarah dari system kewarganegaraan, yang berkembang dari masa ke masa. Diawali dengan :     
1. Zaman Belanda Hindia Belanda bukanlah suatu negara, maka tanah air pada masa penjajahan Belanda tidak mempunyai warga negara, dengan aturan sebagai berikut :   Kawula negara belanda orang Belanda


 Kawula negara belanda bukan orang Belanda, tetapi yang termasuk Bumiputera  Kawula negara belanda bukan orang Belanda, juga bukan orang Bumiputera, misalnya: orang – orang Timur Asing (Cina, India, Arab, dan lain-lain) 2. Masa kemerdekaan Pada masa ini, Indonesia belum mempunyai UUD. Sehari setelah kemerdekaan, yakni tanggal 18 agustus 1945, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia mengesahkan UUD 1945. Mengenai kewarganegaraan UUD 1945 dalam pasal 26 ayat (1) menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa lain yang di sahkan dengan undang – undang sebagai warga negara,” sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa syarat – syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapan dengan undang – undang. Sebagai pelaksanaan dari pasal 26, tanggal 10 april 1946, diundangkan UU No. 3 Tahun 1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia menurut UU No. 3 Tahun 1946 adalah: 1) Orang yang asli dalam daerah Indonesia, 2) Orang yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di dalam wilayah Negara Indonesia, 3) Anak yang lahir di dalam wilayah Indonesia. 
3. Persetujuan Kewarganegaraan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) Persetujuan perihal pembagian warga negara hasil dari konferensi meja bundar (KMB) tanggal 27 desember 1949 antara Belanda dengan Indonesia Serikat ada tiga hal yang penting dalam persetujuan tersebut antara lain: 1) Orang Belanda yang tetap berkewargaan Belanda, tetapi terhadap keturunannya yang lain dan bertempat tinggal di Indonesia kurang lebih 6 bulan sebelum 27 desember 1949 setelah penyerahan keddaulatan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia yang disebut juga “Hak Opsi” atau hak untuk memilih kewarganegaraan. 


2) Orang – orang yang tergolong kawula Belanda (orang Indonesia asli) berada di Indonesia memperoleh kewarganegaraan Indonesia kecuali tidak tinggal di Suriname / Antiland Belanda dan dilahirkan di wilayah Belanda dan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia.  3) Orang – orang Eropa dan Timur Asing, maka terhadap mereka dua kemungkinan yaitu: jika bertempat tinggal di Belanda, maka dtetapkan kewarganegaraan Belanda, maka yang dinyatakan sebagai WNI dapat menyatakan menolak dalam kurun waktu 2 tahun. 4. Berdasarkan undang – undang nomor 62 tahun 1958 Undang – undang tentang kewarganegaraan Indonesia yang berlaku sampai sekarang adalah UU No. 62 tahun 1958, yang mutlak berlaku sejak diundangkan tanggal 1 Agustus 1958. Beberapa bagian dari undang – undang itu, yaitu mengenai ketentuan – ketentuan siapa warga negara Indonesia, status anak – anak dan cara – cara kehilangan kewarganegaraan, ditetapkan berlaku surut hingga tanggal 27 desember 1949. Hal – hal selengkapnya yang diatur dalam UU No. 62 tahun 1958 antara lain: 1) Siapa yang dinyatakan berstatus warga negara Indonesia (WNI) 2) Naturalisasi atau pewarganegaraan biasa 3) Akibat pewarganegaraan 4) Pewarganegaraan istimewa  5) Kehilangan kewarganegaraan Indonesia 6) Siapa yang dinyatakan berstatus asing. Menurut undang – undang : 1) Mereka berdasarkan UU/ peraturan/perjanjian, yang terlebih dahulu (berlaku surut) 2) Mereka yang memenuhi syarat – syarat tertentu yang ditentukan dalam undang – undang  itu. Selain itu, mungkin juga seorang Indonesia menjadi orang asing karena dengan sengaja, insyaf, dan sadar menolak kewarganegaraan RI, menolak kewarganegaraan karena khilaf atau ikut – ikutan saja, di tolak oleh orang lain, misalnya seorang anak yang ikut status orang tuanya yang menolak kewarganegaraan RI.

8   
D. Masalah Orang Asing
Sesuai dengan pasal 38 UU No. 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, menyatakan pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi: pertama, masuk dan keluarnya ke dan dari wilayah Indonesia, kedua, keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Adapun tugas pengawasan terhadap orang asing yang berada di Indonesia dilakukan oleh menteri kehakiman dengan koordinasi dengan badan atau instansi pemerintah yang terkait. Masalah lain yang berkaitan dengan orang asing adalah tentang perkawinan campuran, yaitu perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Dan yang paling menimbulkan persoalan serius adalah perkawinan campuran antar-agama. 1. Perkawinan campuran antar-golongan (intergentiel)
Bahwa hukum mana atau hukum apa yang berlaku , kalau timbul perkawinan antara dua orang, yang masing – masing sama atau berbeda kewarganegaraannya, yang tunduk pada peraturan hukum yang berlainan. Misalnya, WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia asli. 2. Perkawinan campuran antar-tempat (interlocal)
Yakni perkawinan antara orang – orang Indonesia asli dari lingkungan adat. Misal , orang Minang kawin dengan orang jawa. 3. Perkawinan campuran antar-agama (interriligius)
Mengatur hubungan (perkawinan) antara dua orang yang masing – masing tunduk pada peraturan agama yang berlainan. Dalam tataran praksis perkawinan campuran antar-agama tidak dikenal di Indonesia. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan secara tegas tidak menganut perkawinan campuran antar -agama. Berkaitan dengan status istri dalam perkawinan campuran, maka terdapat dua asas: a) Asas mengikuti, maka suami/istri mengikuti suami/istri baik pada waktu perkawinan berlangsung, kemudian setelah perkawinan berjalan. Pasal 26 UU Kewarganegaraan menyatakan :


Ayat (1) perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki – laki warga negara asing kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. Ayat (2) Laki – laki warga negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan kewarganegaraanya RI jika menurut hukum asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.   b) Asas persamamerataan Menurut asas ini, bahwasanya perkawinan tidak mempengaruhi sama sekali kewarganegaraan seseorang, dalam arti mereka (suami atau istri) bebas menentukan sikap dalam menentukan kewarganegaraan asal sekalipun sudah menjadi suami istri. Ketentuan ini di atur dalam pasal 26 ayat (3) UU kewarganegaraan , bahwa perempuan atau laki – laki WNI yang menikah dengan WNA tetap menjadi WNI jika yang bersangkutan memiliki keinginan untuk tetap menjadi WNI. Adapun mekanismenya dengan, yaitu dengan jalan mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda. 4. Perkawinan campuran internasional Yaitu antara warganegara dan orang asingnya, antara orang-orang asing dengan hukum berlainan,   dan perkawinan yangdilangsungkan di luar negeri. 

1 komentar: