Senin, 16 Januari 2017

GOOD GOVERNACE

DESKRIPDI MATERI:  GOOD GOVERNACE 
A. Pengertian Good Governance
Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer ( menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan. Pengertian Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan yang sejalan dengan demokrasi (pemerintahan dari, oleh, dan, untuk rakyat). Governance pada dasarnya pertama kali digunakan adalah di dunia usaha atau korporat. Manajemen professional yang diperkenalkan pasca perang dunia II dengan prinsip dasar “memisahkan kepemilikan dengan kepengelolaan” benar- benar menjadikan setiap korporat menjadi usaha-usaha yang besar, sehat dan menguntungkan. Gerakan ini dimulai secara besar-besaran di Amerika, khususnya setelah para titians entrepreneur mengalami kegagalan besar memeprtahankan kebesaran untuk mepertahankan kebesaran bisnisnya. Salah satu contohnya adalah Henry Ford II gagal mempertahankan kebesaran bisnisnya karena ia tidak mengenal manajemen professional. Ia bahakan tidak mengenal manajemen. 
Definisi Good Governance Menurut Para Ahli
Governance adalah kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the action of manner of governing atau tindakan (melaksanakan) tata cara penegendalian. Sebagai sebuah kata, governance sebenarnya tidaklah baru. Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state of being governed, berkembang menjadi mode of living (1600), kemudian menjadi the office, function, or power of governing (1643),


berkembang menjadi method of management, system of regulation (1660) dan kemudian dibakukan menjadi the action or manner governing. Sementara itu, berarti to rule with authority atau mengatur atas nama kewenangan. Pelaksanaannya biasa disebut sebagai government yang selain mempunyai arti sempit sebagai action of ruling and directing the affairs of a state, atau pelaksanaan pengaturan dan pengarahan urusan-urusan negara. Dengan demikian government indentik dengan pengelolaan atau pengurus dengan makna spesifik atau pengurus negara. ( Nugroho,2004:207). 
Bintoro Tjokroamidjojo memandang good governance sebagai suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan, yang menempatkan  peran  pemerintah  sentral  yang   menjadi  agent  of  change  dari    suatu masyarakat berkembang/developing di dalam negara berkembang. Agent of change dan karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan yang berencana), maka disebut juga agent of development. Agent of development diartikan pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran penting. Dengan perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sector swasta. Kebijaksanaan dan persetujuan penanaman modal di tangan pemerintah. Dalam good governance peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga citizen, masyarakat dan terutama sektor usaha/ swasta yang berperan dalam good governance. Pemerintah bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha. 
Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sector public oleh pemerintahan yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab (2002:34) menyebut Good Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi  baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu Bank dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan konstruktif di antara negara, sector dan masyarakat (Effendi,1996:47). Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009). Menurut UNDP (United National Development Planning) Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua tingkatan. 
Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting, yaitu: a.  Kesejahteraan rakyat (economic governance). b.  Proses pengambilan keputusan (political governance).


c.  Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance) (Prasetijo, 2009).  
Prinsip-prinsip Good Governance 
Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia yang disebutkan di atas dan sejalan dengan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur Negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan maka menuntut penggunaan konsep Good governance sebagai kepemerintahan yang baik relevan dan berhubungan satu dengan lainnya. Ide dasarnya sebagaimana disebutkan Tangkilisan (2005:116) adalah bahwa Negara adalah institusi yang legal formal dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai regulator maupun sebagai agent of change. 
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Good governance awalnya digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen professionalnya maka diterapkan good corporate governance. Sehingga dikenal prinsip- prinsip utama dalam governance korporat yaitu: transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas dan responsivitas. (Nugroho,2004:216) 
Transparansi bukan berarti ketelanjangan, melainkan keterbukaan, yakni adanya sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan   eksternal dari korporasi. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Dari organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dam dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit dapat diartikan secara financial. Fairness agak sulit diterjemahkan, karena menyangkut keadilan dalam konteks moral. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal. 
Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan. Dalam konteks ini penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada etika  korporat, termasuk dalam hal ini etika professional dan etika manajerial. Sementara itu Komite Governansi Korporat di Negara-negara maju menjabarkan prinsip governansi korporat menjadi lima kategori, yaitu: 
1. hak pemegang saham, 2. perlakuan yang fair bagi seluruh pemegang saham, 3. peranan konstituen dalam governansi korporat, 4. pengungkapan dan transparansi dan  5. tanggung jawab dierksi dan komisaris.


Prinsip-prinsip Good Governance di atas cenderung kepada dunia usaha, sedangkan bagi suatu organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip-prinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan (2005:115) menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis dan kontruktif di antara Negara, sector swasta dan masyarakat disusun sembilan pokok karakteristik Good Governance yaitu: 
1) Partisipasi  Mendorong setiap warga untuk menggunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilam keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. 
2) Penegakan Hukum Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian. Menjunjung tinggi HAM & memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 
3) Transparansi Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. 
4) Responsif Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). 
5) Orientasi Kesepakatan Memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur. 
6) Kesetaraan dan Keadilan Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. 
7) Efektifitas dan Efisiensi Menjamin terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan tanggung jawab. 
8) Akuntabilitas Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. 
9) Visi Strategis Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik


(good governance) dan pembangunan manusia (human development). 
Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku kepentingan), mencakup 3 domain good governance, yaitu: 1. Pemerintah yang berperan menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif. 2.  Sektor swasta yang berperan menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan. 3.  Masyarakat yang berperan mendorong interaksi sosial, konomi, politik dan mengajak seluruh anggota masyarakat berpartisipasi (Efendi, 2005) Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) yang dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009). Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga  legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB) 
. Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baikmaka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuaN utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005): 1.  Politik Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya masalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti: a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok   penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu


dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia. b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat. c.  Reformasi agraria dan perburuhan. d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI. 
e.  Penegakan supremasi hokum. 
2.    Ekonomi 
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera. 
3.    Sosial Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut. 
4.    Hukum Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance tidak akan dapat  berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

7  
Mewujudkan Good Governance di Indonesia   Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009). Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005). 
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005): 1.    Integritas Pelaku Pemerintahan Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi. 2.    Kondisi Politik dalam Negeri Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang


demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan. 3.    Kondisi Ekonomi Masyarakat Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. 4.    Kondisi Sosial Masyarakat Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.  
5.    Sistem Hukum Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. 
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik.  Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai. Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat (Hardjasoemantri, 2003). 
Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah Dalam proses demokratisasi good governance sering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi bagi pihak diluar pemerintah, sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antar negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut, bukan hanya memungkinkan terciptanya check and balance, tetapi juga menghasilkan sinergi antar ketiganya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good


governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi: 
1. Agenda Politik Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti: a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia. b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat. c. Reformasi agraria dan perburuhan d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI e. Penegakan supremasi hukum 
2. Agenda Ekonomi Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
1. Agenda Ekonomi Teknis.
Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.  Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan

10 
oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru. 
2. Agenda Pengembalian Kepercayaan 
Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat. 
3. Agenda Sosial Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi. Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.  
4. Agenda Hukum Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Otonomi daerah termasuk pemekaran mempunyai tujuan untuk meningkatkan Pelayanan Publik dengan mendekatkan akses pelayanan publik kepada rakyat dan rentang kendali (span of control) birokrasi pemerintahan lokal. Pelayanan publik merupakan strategis untuk memulai menerapkan good governance. Sehingga diasumsikan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut kemudian meningkatkan kesejahteraan rakyat/masyarakat. Suatu logika sederhana, dengan dimilikinya kewenangan mengatur/mengelola pemerintahan sendiri dan mengelola keuangan daerah sendiri serta dengan makin dekatnya akses pelayanan public dan rentang kendali pemerintahan, maka segala kegiatan pemerintahan daerah dimaksudkan agar semakin bersentuhan langsung dengan pemenuhan hak-hak dasar rakyat/masyarakat menuju peningkatan kesejahteraan.

11 
Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. Ini berarti jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Keberhasilan mempraktekkan good governance pada pelayanan publik mampu membangkitkan kepercayaan masyarakat luas bahwa menerapkan good governance bukan hanya sebuah mitos, tetapi menjadi suatu kenyataan. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktek good governance seperti efisien, non diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan parameternya dalam ranah pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua pihak, Pemerintah mewakili negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar, yang semuanya memiliki kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Keberhasilan penguasa dalam membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik. Dengan memulai perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sipil dan para pelaku pasar, upaya melaksanakan good governance akan memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Dukungan ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan karena memasyarakatkan good governance membutuhkan stamina dan daya tahan yang kuat. Tujuan mulia untuk menciptakan kesejahteraan pada daerah otonomi senyatanya secara faktual masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Beberapa kasus membuktikan bahwa ternyata selama perjalanannya, otonomi daerah termasuk pemekaran daerah sebagai solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan tidak terlalu signifikan menunjukkan dampak terhadap perubahan taraf kehidupan masyarakat. Secara politik, rakyat dimanipulir aspirasinya demi, oleh dan untuk kepentingan elit daerah, muncul pula rezim-rezim lokal yang bergaya bak diktator baru atau adipati-adipati penguasa daerah setempat, rezim ini menjadi kelas penguasa baru. Di beberapa daerah malah rezim ini seakan kebal hukum, termasuk kroni-kroninya. Mereka juga yang menguasai sebagian besar aset dan fasilitas, menguasai juga SDA dan sumber daya lainnya. Skor korupsi pun meningkat dan melibatkan struktur yang paling dekat dengan rakyat, mulai dari desa hingga kabupaten-kota. Apa mau dikata, otonomi mewabahkan KKN di tingkat daerah ini, dan ini bukan rahasia umum. Aparatur birokrasinyapun berjalan tidak efektif dan efisien, malah menjadi benalu yang membebani rakyat dan keuangan negara. Dalam konteks ini, proses berotonomipun tidak melahirkan pelayanan publik yang maksimal, malahan birokrasi pemerintahan menjadi cenderung boros, infesiensi, inefektifitas dan sarang korupsi. Masalah lainpun bermunculan, seperti semakin senjangnya kualitas pembangunan manusia, menurunnya kualitas lingkungan dampak rusaknya lingkungan yang diakibatkan dari eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali, bahkan malah makin marak di era otonomi daerah. 

12 
Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam Otonomi Daerah perlu tiga pendekatan yang harus sekaligus dilakukan:  Pertama adalah menetapkan dan memasyarakatkan pedoman good governance secara nasional, baik untuk kalangan korporasi maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral dari masing-masing industri atau bidang kegiatan. Pedoman ini merupakan suatu rujukan yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian.   Pendekatan kedua adalah perlu dilakukan penyuluhan, konsultansi, dan pendampingan bagi perusahaan-perusahaan, maupun kantor pemerintah yang bermaksud untuk mengimplementasikan good governance, dengan melakukan kegiatan self assessment, kemudian memasang rambu-rambu pada masing-masing perusahaan atau instansi Pemerintah.   Pendekatan ketiga adalah dengan memperbanyak agen-agen perubah dengan mengembangkan semacam sertifikasi bagi direktur dan komisaris pada perusahaan-perusahaan serta bagi pejabat- pejabat publik. 
Maka langkah-langkah konkret yang harus dilakukan adalah : 
1. Amandemen konstitusi Konflik politik yang terjadi sepanjang riwayat negeri ini, bersumber dari cacatnya konstitusi, baik ditinjau dari sisi kemanusiaan, maupun dalam hubungan antar lembaga demokrasi. 
2. Pembentukan lembaga anti korupsi Lembaga anti korupsi harus juga mampu masuk ke wilayah- wilayah rawan, seperti militer, dan jaringan pejabat tinggi dan tertinggi negara, sebagaimana yang pernah diterapkan di Hong Kong. 
3. Meletakkan lembaga yudisial sebagai lembaga independen Intervensi kekuatan-kekuatan politik atas lembaga seperti MA, masih menunjukkan bahwa utang politik sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam tingkatan paling tinggi, adalah menerapkan prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan (distribution of power), yang dilakukan di pusat dan daerah. Otonomi daerah harus ditingkatkan menjadi otonomi kekuasaan yang berbasiskan local. 
4. Debirokratisasi 
Birokrasi Indonesia adalah sumber kemacetan dalam merespons tuntutan publik, juga lamban dalam menjalankan tugasnya.

13 
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang banyak, menimbulkan inefisiensi, di samping penumpukan tugas di salah satu level birokrasi serta dengan banyaknya birokrat-birokrat yang tidak berkompeten dibidangnya yang direkrut dengan cara spoil system. 
5. Persebaran ilmu pengetahuan. 
Pemberdayaan daerah otonom, juga mesti diimbangi dengan melakukan distribusi ilmu pengetahuan secara bersamaan dan merata. Pemerintahan daerah harus makin banyak mengeluarkan ikatan dinas bagi kalangan mudanya untuk studi di manapun, lalu kemudian kembali ke daerah, terutama untuk bidang manajemen, industri, kelautan, dan agribisnis. 
6. Penumbuhan media massa independen. 
Media massa ini tentunya bersifat nonprofit, berorientasi local, dan langsung menyalurkan berita-berita yang bersifat bottom up, sembari melakukan pendidikan dalam arti luas. 
Semua hal langkah tersebut diharapkan dapat menciptakan good governance dalam pelakasanaan otonomi daerah sehingga peningkatan pelayanan yang berujung pada kesejahteraan masyarakat dapat tercapai sebagaimana mestinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar