Senin, 16 Januari 2017

DEMOKRASI

DESKRIPDI MATERI:  DEMOKRASI
  1. Pengertian Demokrasi Kebanyakan orang mungkin sudah terbiasa dengan istilah demokrasi. Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos” kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian, demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan bebas. Dalam ucapan Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) demokrasi secara sederhana diartikan “ the goverment from the people, by the people,and for the people”, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama.  Demokrasi bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintahan negara tersebut. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) yaitu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat pentik untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah


mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintahan sering menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, demokrasi memerlukan usaha nyata stiap warga dan perangkat pendukungnya, yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berfikir) dan setting social (rancangan masyarakat). Bentuk konkret manifestasi tersebut adalah demokrasi menjadi way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi bernegara, baik masyarakat maupun oleh pemerintah.  
2. Prinsip Demokrasi Di Indonesia Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dalam berada peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balances. Ketiga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakankewenangan eksekutif, lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyatan (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan keputusan legislatif. Keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai dengan hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Di Indonesia, hak pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun dan tidak memiliki catatan kriminal (misalnya, narapidana atau bekas narapidana).

3  
3. Ciri-Ciri Demokrasi Menurut Hendry B.Mayo dalam Miriam Budiardjo (1990 : 62) dalam bukunya “introduction to democratic theory” memberikan ciri-ciri demokrasi dari sejumlah nilai yaitu: a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. c. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur. d. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. e. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat. f. Menjamin tegaknya keadilan.  Beberapa ciri pokok demokrasi menurut syahrial sarbini (2006 : 122) antara lain: a. Keputusan diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat. b. Kebebasan individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu atau golongan. c. Kekuasaan merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan pemerintahan adalah untuk kepentingan rakyat. d. Kedaulatan ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting dalam sistem kekuasaan negara e. Nilai nilai demokrasi.  Menguntip pendapatnya Zamroni dalam Winarno (2007 : 98), nilai-nilai demokrasi meliputi:  1. Toleransi Bersikap toleransi artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan dan membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan kelakuan dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. Mewujudkan sikap saling percaya dan kesediaan untuk berkerjasama antarpihak yang berbeda- beda keyakinan, prinsip, pandangan dan kepentingan.


2. Kebebasan mengemukakan pendapat Mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.  3. Menghormati perbedaan orang lain Warga negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan orang lain harus bisa menghormati perbedaan pendapat orang tersebut. 4. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat Perubahan dinamis dan arus globalisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan budayanbangsa. Oleh karena itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa. Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain. 5. Terbuka dan Komunikasi Demokrasi termasuk bersikap setara pada sesama warga ataupun terbuka terhadap kritik, masukan dan perbedaan pendapat, bukanlah sekadar sebuah keputusan politik, apalagi kemauanpribadi perorangan belaka. Demokrasi adalah sebuah proses panjang kebiasaan dan pembiasaan bersama yang terus menerus. Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kepercayaan akan kebijakan orang banyak. Jauh dari lubuknya, lebih dari sekedar kepercayaannya akan kebebasan sebagai fitrah manusia. 6. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan Setiap manusia mempunyai hak yakni hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan


martabat manusia. Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin. 7. Percaya diri Rasa percaya diri adalah sikap yang dapat ditumbukan dari sikap yang sanggup berdiri sendiri, sanggup menguasai diri sendiri dan bebas dari pengendalian orang lain dan bagaimana kita menilai diri sendiri maupun orang lain menilai kita. Sehingga kita mampu mengahdapi situasi apapun. Individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah mengatur dirinya sendiri dapat mengarahkan, mengambil inisiatif, memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, dan dapat melakukan hal-hal untuk dirinya sendiri. 8. Tidak menggantukan pada orang lain Kekuasaan yang diberikan rakyat melalui satu proses demokratis dan dilaksanakan secara benar bersifat mengikat semua warga. Tetapi warga tetap memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan. 9. Saling menghargai Salah satu sifat yang mesti diwujudkan dalam kehidupan sehari hari ialah saling menghargai kepada sesama manusia dengan berlaku sopan, tawadhu, tasamuh, muru’ah (menjaga harga diri), pemaaf, menempati janji, berlaku adil dan lain-lain. Harga menghargai di tengah pergaulan hidup, setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan mewujudkan citra baik dalam masyarakat dengan menampakkan tutur kata, sikap dan tingkah laku, cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus dari pada orang lain. 10. Mampu mengekang diri Dengan kemampuan mengekang diri, maka hidup akan lebih tertata dan lebih memungkinkan baginya mencapai sukses. Sebagai orang yang mampu mengekang diri, maka dia akan membangun komitmen yang kuat, menjadikan pikiran, sikap, tindakan dan perilakunya bermanfaat


optimal bagi lingkungannya dan bersungguh-sungguh mewujudkan komitmennya agar dia dapat mewujudkannya. 11. Kebersamaan Manusia dalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Tuhan menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat ada yang lemah, ada yang kaya ada yang miskin. Demikian tuhan ciptakan manusia dengan keahlian dan kepandaian yang berbeda beda. Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat. 12. Keseimbangan Satu hal yang juga hampir boleh dikatakan tidak dapat lepas dari diri kita adalah kenyataan bahwa kita juga menjadi bagian dari kelompok kemasyarakatan dimanapun lingkungan kita berbeda, otomatis semua orang mempunyai fungsi dan peran sosialnya masing-masing dalam struktur kemasyarakatan tersebut, walau sekecil apapun peranan tersebut. Kehidupan manusia yang seimbang dapat dibayangkan sebagai kehidupan masyarakat yang tumbuh secara bebas danpositif, penuh dengan variasi dan dinamikanya dalam suatu keteraturan uang serasi dan harmonis. 
A. Demokrasi dalam perspektif islam 1. Konsep kedaulatan dalam islam
Wacana kedaulatan dalam dunia Islam juga mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal ini terlihat dengan beberapa intelektual muslim dari zaman klasik sampai zaman kontemporer yang mendefinisikan kedaulatan. Antara lain Ibn Arabi, Al Ghazali, Ibn Sina, Fazlur Rahman, Abu A’la al Maududi, Ayatullah Khomeini, dll. Kalau kita runut dari sejarah negara Islam, di mulai pada periode Madinah. Di kota inilah, nabi Muhammad meletakkan sendi-sendi negara Islam. Pada periode ini Islam belum mendeklarasikan diri sebagai komunitas yang berubah menjadi negara. Umat Islam masih menjadi sebuah komunias yang berada di


Madinah bersama dengan suku-suku yang ada di Madinah sebelumnya yakni Auz dan Khazraj yang sudah masuk Islam.  Seiring dengan perjalanan waktu, Islam menjadi sebuah komunitas yang mempunyai kekuatan yang besar, hal ini terlihat dengan kekuatan militer yang dimiliki Islam mampu menguasai wilayah semenanjung Arab. Kondisi ini tidak berubah sampai kepemimpinan khulâfa’ ar-rasyidûn. Setelah periode khulâfa’ ar-rasyidûn timbullah dinasti-dinasti Islam yang ada di wilayah Arab, Persia, Afrika Selatan dan Eropa. Berbagai macam dan jenis kedaulatan dalam pemikiran para filsuf Islam. Selanjutnya kita akan membahas kadualatan dan jenisnya dalam pemikiran filsuf Islam. 
  a. Kedualatan Tuhan Beberapa filsuf Islam berpendapat bahwa dalam negara Islam yang bedaulat adalah Tuhan yakni Allah SWT. Salah satunya Nizam al Mulk al Tusi berpendapat bahwa raja memerintah atas darsar anugrah Allah untuk membuat kebijakan agar masyarakat yang dipimpinnya mendapatkan kebahagiaan di dunia. Sedangkan W. Montgomery Watt sebagaimana di kutip Harun Nasution menyatakan bahwa untuk khalifah Bani Umayyah dengan sebutan Khalifatullâh (wakil Tuhan) dan untuk Bani Abbasiyah dengan sebutan Zhillullâh fi al-Ard (bayang-bayang Tuhan di bumi).  Abul A’la al-Maududi mengatakan bahwa dalam politik islam yang cocok adalah Kerajaan Tuhan (Kingdom of God) atau dalam bahasa politiknya Teodemokrasi. Dalam pandangan al-Maududi, konsep teodemokrasi Islam berbeda dengan teokrasi yang pernah ada di Eropa yang dikuasai oleh sekelompok orang (baca; pendeta) yang memaksakan kekuasaan ketuhanan kepada rakyat. Islam dalam penyelenggaran pemerintahan dilakukan oleh seluruh rakyat dengan berpegang kepada kitabullah dan sunnah.  Ayatullah Khomeini berpendapat bahwa pemerintahan Islam adalah pemerintahan konstitusional. Kontitusional disini mempunyai pengertian


suatu subjek dari kondisi-kondisi tertentu yang berlaku dalam kegiatan pemerintahan dan mengatur negara yang dijalankan oleh pemimpin, yaitu kondisi yang telah dinyatakan dalam oleh al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Karakteristik pemerintahan Islam dalam pandangan Khomeini, kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang dan wewenang menegakkan hukum secara eksklusif hanya milik Allah SWT.  b. Kedualatan Raja Pemimpin negara atau sering di sebut dengan khalifah, dalam paham kedaulatan raja menjadi simbol kekuasaan kerajaan atau dinasti. Pada umumnya filsuf muslim menjadikan raja sebagai wakil Tuhan di bumi. Namun tidak bagi al-Farabi, menurut al-Farabi kedaulatan sebuah negara berada dalam tangan raja. Dalam pandangan al-Farabi, pemegang kedualatan harus satu yakni orang yang mempunyai bakat dan dapat membimbing orang lain. Selain itu al-Farabi mengkritik filsuf Yunani yang menggagas cita-cita ideal sebuah negara yang sangat sulit untuk dipenuhi, hal ini mengakibatkan orang harus memilih Tuhan sebagai penguasa.  c. Kedualatan Hukum Konsep kedualatan hukum dalam Islam sama dengan kedaulatan hukum yang dipahami oleh para filsuf Barat. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara adalah hukum. Filsuf Islam yang menganut paham ini adalah Majid Khadduri. Dalam pandangan Khadduri, sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan Nomokrasi bukan Teokrasi sebagaimana asumsi sebagian besar masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan nomokrasi adalah sebuah sebuah pemerintahan yang berdasarkan undang- undang resmi, aturan hukum dalam suatu masyarakat.  Pemahaman Khadduri ini tidak lepas dari konsep syari’ah merupakan hukum perjanjian antara Tuhan dan manusia. Dari konsep ini kemudian muncul konsep single contract dan two contract. Single contract merupakan perjanjian antara sesama manusia yang membentuk sebuah institusi masyarakat. Sedangkan two contract, mengasumsikan bahwa manusia yang tergabung dalam masyarakat mengangkat seorang pemimpin atau raja untuk


memerintah dengan segala kondisi dan keterbatasan yang ada dalam pemerintahannya.  d. Kedualatan Rakyat Kedaulatan rakyat pada era saat ini sangat-lah populer dibandingkan dengan paham kedaulatan lainnya. Pemikir-pemikir Islam baik klasik maupun kontemporer telah menggagas kedaulatan rakyat. Filsuf klasik yang terkenal dengan gagasan kedaulatan rakyat adalah Ibn Sina dan al-Mawardi. Gagasan Ibn Sina dapat dilihat dari konsep pemilihan kepala negara yakni dengan dua cara, pertama kepala negara di calonkan oleh kepala negara sebelumnya, atau kedua melalui pemilihan yang dilakukan oleh para tokoh yang di percaya oleh rakyat. Pendapat al-Mawardi hampir sama dengan Ibn Sina, dalam pemilihan kepala ada dua cara, pertama pemilihan yang dilakukan oleh ahl hal wal ‘aqd, kedua dengan penunjukan kepala negara sebelumnya. Ibn Khaldun menegaskan akan pentingnya pemilihan kepala negara. Ia berpendapat bahwa masyarakat memerlukan seorang wazi’ atau pemimpin untuk melaksanakan kekuasaan dan memperbaiki kehidupan masyarakat dan mencegah perbuatan aniaya diantara sesama.  Mengenai kedaulatan rakyat, intelektual muslim kontemporer Hasan al Banna menyatakan bahwa dalam ajaran Islam tanggung jawab negara ada pada para pemimpin negara.  Konsep kontrak sosial dalam Islam juga menunjukkan bahwa kedaulatan ada dalam tangan rakyat. Dalam konsep kontrak sosial bahwa kekuasaan ada melalui perjanjian masyarakat. Dengan kata lain bahwa kekuasaan rakyat di serahkan kepada sebuah lembaga negara atau seseorang. Dan apabila seseorang telah terpilih sebagai pemimpin negara, al-Baqillani pemimpin tersebut tidak mempunyai hak membatalkan perjanjian yang telah disepakati.  Mehdi Hadavi menjelaskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan seluruh tindakannya merupakan fenomena ilmiah. Seperti saat mansuia memilih tempat tinggal, ia dapat memilih tempat tinggal secara bebas. Saat manusia telah menetapkan sebuah tempat untuk ditinggali, maka ia mempunyai hak kepemilikan atas rumah yang ia tempati. Begitu juga

10 
dengan kepemilikan bersama sebuah lingkungan yang lebih besar, seperti kepemilikan bersama sebuah negara – karena manusia hidup bersama dalam sebuah lingkungan yang lebih besar. Hal ini mendorong individu-individu mewakilkan seseorang atau sekolompok orang untuk membaktikan diri demi kehidupan yang damai. 
2. Prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam meliputi,  Syura Merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa- l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah.   al-‘adalah Adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah: 8; An-Nisa’: 58, dan seterusnya.  al-Musawah Adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.  al-Amanah Adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan

11 
kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam Surat an- Nisa’:58. 
 al-Masuliyyah Adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi.  Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.  al-Hurriyyah Adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al- karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. 
B. Sejarah perkembangan dan pelaksanaan demokrasi Indonesia 1. Sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Namun, penerapan demokrasidi Indonesia mengalami beberapa perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin kala itu. Berikut penjelasan sejarah demokrasi di Indonesia. Sejarah demokrasi di Indonesia dari zaman kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini. Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik

12 
Indonesia menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan.  Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan : a. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif. b. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik. c. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer 
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita. 
 Perkembangan Demokrasi  Parlementer (1950-1959) Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di

13 
Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer, dimana  presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan : a. Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik b. Landasan sosial ekonomi yang masih lemah c. Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950 d. Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang  berjalan 
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : a. Bubarkan konstituante b. Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950 c. Pembentukan MPRS dan DPAS 
 Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

14 
a. Dominasi Presiden b. Terbatasnya peran partai politik c. Berkembangnya pengaruh PKI 
Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh Pancasila. 
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: a. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan b. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR c. Jaminan HAM lemah d. Terjadi sentralisasi kekuasaan e. Terbatasnya peranan pers f. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur) 
Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama. 
 Perkembangan Demokrasi  dalam Pemerintahan Orde Baru Pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini menerapkan Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.

15 
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab: a. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada b. Rekrutmen politik yang tertutup c. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis d. Pengakuan HAM yang terbatas e. Tumbuhnya KKN yang merajalela f. Sebab jatuhnya Orde Baru: g. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi ) h. Terjadinya krisis politik i. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba j. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden. 
Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari   Kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yang kuat kepada negara;   Dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi;   Intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi;   Tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya 

16 
 sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural. 
 Perkembangan Demokrasi  Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang) Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru. 
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain: a. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum c. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN d. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI 
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950 1959. Perbedaan demokrasi reformasi dengan demokrasi sebelumnya adalah:

17 
 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.  Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa.  Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.  Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat 
2. Hubungan demokrasi dan pemilu Sudah menjadi mafhum bahwa demokrasi yang berkembang sekarang ini adalah merupakan penyempurnaan konep demokrasi  JJ. Rousseau Dimana untuk menjalankan roda pemerintahan perlu ditunjuk para penyelenggara pemerintahan Penunjukkan para penyelenggara pemerintahan inilah dalam demokrasi biasanya melalui sistem PEMILU (election) Pemilu merupakan salah satu prinsip demokrasi yang harus dijalankan,Demokrasi Perwakilan tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan Pemilu,Rakyat dapat menyampaikan aspirasinya secara aktif dan keikutsertaannya dalam pemerintahan melalui mekanisme PEMILU Pemilu (Pemilihan Umum) sering disebut sebagai pesta Demokrasi yang dilakukan sebuah Negara. Melalui Pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud partisipasi dalam proses Pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah Negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilu menjadi kunci terciptanya demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi.

18 
Salah satu perwujudan keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah Pemilihan Umum. Demokrasi sebuah bangsa hampir tidak terpahamkan tanpa Pemilu. Sehingga setiap pemerintahan suatu Negara yang hendak menyelenggarakan pemilu selalu menginginkan pelaksanaanya benar-benar mencerminkan proses demokrasi. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut serta menentukan figure dan arah kepemimpinan Negara dalam periode waktu tertentu. Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan Negara adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang teratur dan berkesinambungan saja tidak cukup untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar menedekati kehendak rakyat. Pemilu merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap penguasa betapapun otoriternya pasati membutuhkan dukungan rakyat secara formal untuk melegitimasi kekuasaanya. Maka selain teratur dan berkesinambungan, masalah system atau mekanisme dalam penyelenggaraan pemilu adalah hal penting yang harus diperhatikan.  Hakikat Pemilihan Umum dan Demokrasi Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai Pemilihan Umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatan rakyat atas Negara dan Pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukab siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di sisi lain mengawasi pemerintahan Negara. Karena itu, fungsi utama bagi rkayat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.  Hakikat Demokrasi

19 
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih dikenal sebagai pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan system “demokrasi” di berbagai Negara. Menurut Jeff Hayness (2000) membagi pemberlakuan demokrasi ke dalam tiga model berdasarkan penerapannya, yaitu : 1. Demokrasi formal, ditandai dengan adanya kesempatan untuk memilih pemerintahannya denga interval yang teratur dan ada aturan yang mengatur pemilu. Peran pemerintah adalah mengatur pemilu dengan memperhatikan proses hukumnya. 2. Demokrasi permukaan (fade) merupakan gejala yang umum di dunia ketiga. Tampak luarnya memang demokrasi, tetapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Pemilu diadakan sekadar para os inglesses ver artinya “supaya dilihat oleh orang inggris”. Hasilnya adalah demokrasi dengan intensitas rendah yang dalam banyak hal tidak jauh dari sekadar polesan pernis demokrasi yang melapisi struktur politik. 3. Demokrasi substantive menempati ranking paling tinggi dalam penerapan demokrasi. Demokrasi substantive memberi tempat kepada rakyat jelata, kaum miskin, perempuan, kaum muda, golongan minoritas keagamaan dan etnik untuk dapat benar-benar menempatkan kepentingannya dalam agenda politik suatu Negara. Dengan kata lain, demokrasi substantive menjalankan dengan sungguh-sungguh agenda kerakyatan bukan sekadar agenda demorasi atau agenda politik partai semata. Persoalan utama dalam Negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti Indonesia saat ini adalah pelembagaan

20 
demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merubah lemabaga feodalistik (perilaku yang terpola feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan. Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hokum dan perundang-undangan dan perangkat structural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru dapat dicapai saat individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh Negara untuk dapat teraktualisasikan, saat setiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Ketiga jenis lembaga-lembaga Negara tersebut (eksekutif, yudikatif, dan legislative) adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lemabag- lembaga perwakilan rakyat (DPR untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif.  
 Pemilihan Umum Pemilihan umum dalam sebuah Negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang tidak terelakan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya yang diharapakan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Pemerintahan yang berkuasa sendiri merupakan hasil dari pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan Negara.tugas para wakil pemerintahan

21 
yang berkuasa adalah melakukan control atau pengawasan terhadap pemerintah tersebut. Dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat akan dapat selalu terlibat dalam proses politik dan secara langsung maupun tidak langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan Negara dan pemerintah melalui para wakil-wakilnya. Dalam tatanan demokrasi, Pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa dalam system demokrasi segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat tidak boleh diselesaikan cara- cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan melalui musyawarah (deliberation). Terdapat dalam Qs:Asy-syura:38: ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan- nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka”. Pemilu yang LUBER dan JURDIL mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil:  Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.  Umum berate pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun atau telah/pernah kawun berhak iktu memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warganegara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar

22 
acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan dan status social.  Bebas berarti setiap warganegara berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.  Rahasia berarti dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.  Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilu; penyelenggaraan/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu. Serta semua pihak yang telibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Adil berarti dalam menjalankan pemilu setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 
Untuk mewujudkan Pemilu yang LUBER dan JURDIL dibutuhkan persyaratan minimal, diantaranya : 1. Peraturan perundangan yang mengatur Pemilu harus tidak membuka peluang terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu. 2. Peraturan pelaksanaan pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu. 3. Badan/lembaga penyelenggara pemilu harus bersifat mandiri dan independent, bebas dari campur tangan pemerintah atau partai politik peserta pemilu baik dalam hal kebijakan maupun

23 
operasionalnya serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kredibilitasnya tidak diragukan. 4. Panitia pemilu di tingkat Nasional maupun daerah harus bersifat mandiri dan independent,bebas dari campur tangan pemerintah atau partai politik peserta pemilu baik dalam hal kebijakan maupun operasionalnya serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kredibilitasnya tidak diragukan. Keterlibatan aparat pemerintahan dalam kepanitiaan pmilu sebatas pada dukungan teknis operasional dan hanya bersifat administratif. 5. Partai politik peserta pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Khususnya yang berkaitan dengan kepanitiaan pemilu serta kemampuan mempersiapkan saksi- saksi ditempat-tempat pemungutan suara.  Hubungan Pemilu dengan Sistem Demokrasi Pemilu memang bukanlah segala-segalanya menyangkut demokrasi. Pemilu adalah sarana pelaksanaan asas demokrasi (sarana bagi penjelmaan rakyat menjadi MPR) dan sendi-sendi demokrasi bukan hanya terletak pada pemilu, tetapi bagaimana pun pemilu memiliki arti yang sangat penting dalam proses demokrasi dalam dinamika ketatanegaraan. Dan yang tidak boleh kita lupakan pemilu adalah peristiwa perhelatan rakyat yang paling akbar yang hanya terjadi lima tahun dan hanya pemilulah rakyat secara langsung tanpa kecuali benar-benar menunjukkan eksistensinya sebagai pemegang kedaulatan dalam Negara berdasarkan itulah agaknya tidak berlebihan bila ditegaskan bahwa pemilu sebagai wujud paling nyata dari demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar