Senin, 16 Januari 2017

MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERJALANAN SEJARAH

DESKRIPDI MATERI:  
MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERJALANAN SEJARAH
Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Era Penjajahan Dan Kaitannya Dengan Kemerdekaan RI Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-Iembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju dengan Negara-negara berkembang maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-Iembaga internasional. Disamping hal tersebut adanya issu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan trnasportasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur baru yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi juga daiam berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.

2  Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang tugas dan profesi masing-masing yang dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing- masing wawasan atau cara pandang bangsa Indonesia yaitu wawasan kebangsaan atau Wawasan Nasional yang diberi nama Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dari setiap aspek kehidupan bangsa untuk mencapai tujuan nasional. Sedang hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan Nusantara atau Nasional dengan pengertian cara Pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara dan demi kepentingan nasional. Atas dasar pemikiran dari perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai semangat perjuangan yang dilaksanakan dengan perjuangan Fisik dan wawasan Nusantara yang merupakan pancaran nilai dari ideoiogi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga dalam mengisi kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing-masing di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian anak-anak bangsa sebagai generasi penerus akan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tidak akan mengarah ke disintegrasi bangsa, karena hanya ada satu Indonesia yaitu NKRI adalah SATU INDONESIA SATU. 

3  A. Zaman Kerajaan Sriwijaya 
sejarah Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada abad ke-7  dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di Palembang (682). Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera. Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta berupa "Sri" yang artinya bercahaya dan "Wijaya" berarti kemenangan sehingga dapat diartikan dengan kemenangan yang bercahaya atau gemilang. Pada catatan perjalanan I-Tsing, pendeta Tiongkok yang pernah mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 selama 6 bulan menerangkan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau sekarang). Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai raja pertama.
Kejayaan kerajaan sriwijaya Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 Masehi dengan menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara. Sriwijaya telah menguasai hampir seluruh kerajaan Asia Tenggara, diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Sriwijaya menjadi pengendali rute perdaganagan lokal yang mengenakaan bea cukai kepadaa setiap kapal yang lewat. Hal ini karena Sriwijaya menjadi penguasa atas Selat Sunda dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok dan India. Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan ketika Raja Rajendra Chola, penguasa Kerajaan Cholamandala menyerang dua kali pada tahun 1007 dan 1023 M yang berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Peperangan ini disebabkan karena Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Cholamandala bersaing pada bidang perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian, tujuan dari serangan Kerajaan Cholamandala tidak untuk menjajah melainkan untuk meruntuhkan armada Sriwijaya. Hal ini menyebabkan ekonomi Kerajaan Sriwijaya semakin melemah karena para pedagang yang biasanya berdagang di Kerajaan Sriwijaya terus

4  berkurang. Tidak hanya itu, kekuatan militer Sriwijaya juga semakin melemah sehingga banyak daerah bawahannya yang melepaskan diri. Akhirnya, Kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad ke-13. 
RAJA RAJA KERAJAAN SRIWIJAYA
1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa 2. Sri Indravarman 3. Rudra Vikraman 4. Maharaja WisnuDharmmatunggadewa 5. Dharanindra Sanggramadhananjaya 6. Samaragrawira 7. Samaratungga 8. Balaputradewa 9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan 10. Hie-tche (Haji) 11. Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa 12. Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi 13. Sumatrabhumi 14. Sangramavijayottungga 15. Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo 16. Rajendra II 17. Rajendra III 18. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa 19. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa 20. Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya :
1.Prasasti Kedukan Bukit

5  Prasati ini ditemukan di Palembang pada tahun 605 SM/683 M. Isi dari prasasti tersebut yakni ekspansi 8 hari yang dilakukan Dapunta Hyang dengan 20.000 tentara yang berhasil menaklukkan beberapa daerah sehingga Sriwijaya menjadi makmur. 2. Prasasti Talang Tuo Prasasti yang ditemukan pada tahun 606 SM/684 M ini ditemukan di sebelah baratPalembang. Isinya tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang membuat Taman Sriksetra demi kemakmuran semua makhluk. 
3. Prasasti Kota Kapur Prasasti ini bertuliskan tahun 608 SM/686 M yang ditemukan di Bangka. Isiny mengenai permohonan kepada Dewa untuk keselamatan Kerajaan Sriwijaya beserta rakyatnya. 4. Prasasti Karang Birahi Prasasti yang ditemukan di Jambi ini isinya sama dengan prasasti Kota Kapur tentang permohonan keselamatan. Prasasti Karang Birahi ditemukan pada tahun 608 SM/686 M. 
5. Prasasti Talang Batu Prasasti ini ditemukan di Palembang, namun tidak ada angka tahunnya. Prasasti Talang Batu berisi tentang kutukan terhadap pelaku kejahatan dan pelanggar perintah raja. 
6. Prasasti Palas di Pasemah  Prasasti ini juga tidak berangka tahun. Ditemukan di Lampung Selatan yang berisi tentang keberhasilan Sriwijaya menduduki Lampung Selatan. 
7. Prasasti Ligor  Ditemukan pada tahun 679 SM/775 M di tanah genting Kra. Menceritakan bahwa Sriwijaya di bawah kekuasaan Darmaseta.  

6  B. Zaman Kerajaan Majapahit Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di JawaTimur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantarapada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sistem Pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
 Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja  Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan  Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan  Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan 

7  Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja 2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan) 3. Watek: dikelola oleh wiyasa, 4. Kuwu: dikelola oleh lurah, 5. Wanua: dikelola oleh thani, 6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral
Keruntuhan Kerajaan Majapahit Runtuhnya Kerajaan Majapahit akibat terjadi perang saudara antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana pada tahun tahun 1405-1406 M. Selain itu, adanya pergantian raja yang menjadi perdebatan pada tahun 1450- an dan terjadi pemberontakan besar-besaran pada tahun1468 M oleh seorang bangsawan. Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada akhir abad ke- 14 dan awal abad ke-15. 
C. Kedatangan Islam dan Berdirinya Kerajaan Islam 

8  Masuknya Islam ke Indonesia, Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesiasekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesiapada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkanDinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7. Teori-teori yang mengungkapkan datangnya islam ke Indonesia : 1. Teori Gujarat Menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 12 dan dibawa oleh para pedagang dari wilayah-wilayah dari anak benua India seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Tokoh-tokoh yang mendukung teori ini antara lain Snouck Hurgronje, Pijnappel,dan Sucipto Wiryo Suparto.Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai- nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke- 12 atau 13.. 
2. Teori Persia Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari tanah Persia (Iran), sedangkan daerah yang pertama kali dijamah adalah Samudera Pasai. Salah seorang pendukung teori ini adalah Oemar Amin Hoesin. Teori ini berdasarkan kepada kesamaan budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Salah satu contohnya adalah kesamaan dalam peristiwa peringatan 10 Muharam sebagai peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Untuk peringatan yang samam di daerah Sumatra ada juga tradisi yang bernama Tabut yang berarti keranda. 3. TeoriArab          Teori ini menjelaskan bahwa masuknya Islam ke Indonesia langsung dari Mekkah atau Madinah pada abad ke 7. Pendukung teori ini antara lain Hamka. Bahkan, menurut Ahmad Mansyur Suryanegara, Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh orang-orang Arab Islam generasi pertama atau para

9  sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin. Pada tahun 1963 M diselenggarakan seminar ilmiyah di kota Medan, Indonesia, untuk membicarakan tentang masuknya Islam ke Indonesia.  
Berdirinya Kerajaan Islam di Indonesia Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok. Setelah keraajaan-kerajaan Hindu-Buddha surut, mulai berdiri kerajaan-kerajaan Islam di tanah air kita. Agama Islam berkembang dengan pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam Berikut ini beberapa contoh kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia. a. Kerajaan Samudera Pasai Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Letaknya di daerah Lhokseumawe, pantai timur Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521. Raja-rajanya adalah Sultan Malik as-Saleh, Sultan Muhammad yang bergelar Malik Al-Tahir (1297-1326), Sultan Akhmad yang bergelar Malik Az Zahir (1326-1348) dan Zainal Abidin. Pada pertengahan abad ke-15 Samudra Pasai mengalami kemunduran karena diserang oleh Kerajaan Aceh. b. Kerajaan Aceh  Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ibrahim pada tahun 1514. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507 Aceh bekembang pesat setelah Malaka dikuasai Portugis. Para pedagang Islam memindahkan kegiatan berdagang dari Malaka ke Aceh. Aceh mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1635) atau

10  Sultan Meukuta Alam dengan nama kecil Dharmawangsa Tun Pangkat Karena pada saat itu Aceh menjadi pusat agama Islam, Aceh sering disebut Serambi Mekah. c. Kerajaan Demak Kerajaan Demak terletak di pantai utara Jawa Tengah, didirikan Raden Patah pada tahun 1478. Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak menjadi pusat kegiatan Wali Songo. Raden Patah mempunyai putera bernama Adipati Unus yangmendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demakmenyerang Sunda Kelapa, Banten, dan Cirebon. Ketiga daerah dapat direbut tahun 1526. Ketika menyerang Panarukan, Sultan Trenggono tewas dalam pertempuran.
d. Kerajaan Mataram Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Agung. Beliau banyak berjasa dalam bidang kebudayaan dan agama. Beliau mengarang Serat Sastra Gending yang berisi filsafat Jawa, menciptakan penanggalan tahun Jawa, dan memadukan unsur Jawa dan Islam, seperti penggunaan gamelan dalam perayaan Sekaten untuk memperingati Maulud Nabi. e. Kerajaan Banten Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Banten dikuasai Demak setelah direbut Falatehan. Kerajaan Banten dipimpin putra Falatehan yang bernama Hasanuddin. Di bawah

11  pemerintahannya, Banten menyebarkan agama Islam ke pedalaman Jawa Barat. Selain itu, Banten berhasil menguasai Lampung. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). 
f. Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) Kerajaan Gowa-Tallo terletak di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1605, agama Islam masuk ke kerajaan Gowa-Tallo melalui seorang ulama dari Minangkabau bernama Dato ri Bandang. Karaeng Tunigallo adalah raja& Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Gelar Karaeng Tunigallo adalah Sultan Alauddin. Kerajaan Gowa Tallo mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hassanuddin (1653 - 1669).  
D. Zaman Penjajahan Belanda Suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarahIndonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Orde Reformasi yang berlangsung sampai sekarang. 1. Perjuangan Kerajaan-Kerajaan Melawan Penetrasi Kompeni Keinginan Belanda untuk melakukan monopoli dibidang perdagangan dikawasan Nusantara. Bahkan Inggris telah mendahului langkah VOC dengan membentuk sebuah perserikatan dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600 yang diberi nama EIC (East India Company, pada tanggal 20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Olden Barneveld didirikan kongsi perdagangan bernama

12  Verenigde Oost-Indische Compagnie-VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di kepalai oleh Francois Wittert. -  Tujuan dibentuknya VOC Adapun tujuan dari dibentunya VOC fdi Indonesia: a.      Menghindari persaingan dagang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda sehinggan keuntungan maksimal dapat diperoleh. b.     Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya. c.      Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spayol yang masih menduduki Bealnda. -  Hak istimewa ( hak octroi ) VOC Untuk menguasai perdagangan di Indonesia dan dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa , maka VOC diberikan hak-hak istimewa ( Hak Octroi ) dari pemerintah Belanda yang meliputi hal berikut : a.    Hak monopoli perdagangan b.    Hak mencetak dan mengedarkan uang c.    Hak mengangkat dan memperhentikan pegawai d.   Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja e.    Hak memiliki tentara sendiri f.     Hak mendirikan benteng g.    Hak menyatakan perang dan damai h.    Hak mengangkat dan memperhentikan penguasa-penguasa setempat. Karena hak-hak yang dimiliki VOC ini, menyebabkan VOC berkembang pesat, bahkan Portugis mulai terdesak. Untuk mengusung kepentingan VOC diangkatlah gubnur jendral VOC yang pertama yaitu Pieter Both (1610-1614). Pada masa gubnur jendral J.P Coen menilai Jayakarta lebih strategis, pada tahun 1611 berhasil direbutnya dan diuabh namanya menjadi Batavia. Kota ini lalu dijadikan pusat kekuasaan VOC di Indonesia. -Politik Ekonomi VOC

13  Usaha VOC untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya adalah melalui monopoli perdagangan. Untuk itu VOC menerapakan beberapa aturan dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain : 1.    Vesrplichhte Leverantie Verplichhte Leverantie yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Peraturan ini melarang rakyat untuk menjual hasil bumi kepada pedagang lain selain VOC. 2.    Contingenten Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi. 3.    Ektripasi Ektripasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga merosot. 4.    Pelayaran Hongi Pelayaran Hongi yaitu pelayaran dengan menggunakan perahu kora-kora untuk mengawasi pelaksanaan perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya. - Sistem Birokrasi VOC Untuk memerintah wilayah-wilayah di Indonesia, VOC mengangkat seorang gubernur jendral yang dibantu oleh empat orang anggota yang disebut Raad van Indie (dewan India). Dibawah gubernur jendral ada gubernur yang memimpin suatu daerah, serta dibawah gubernur ada residen yang dibantu oleh asisten residen. Beberapa gubernur jendral VOC yang duianggap berhasil mengembangkan usaha dagang dan kolonisasi di Indonesia: a) Jaan Pieterszoon Coen ( 1619-1629 ) b)      Antonio van Diemen ( 1636-1645 ) c)      Joan Maetsycker ( 1653-1678 ) d)     Cornelis Speelman ( 1681-1684 ) Dalam melaksanakan sistem pemerintahan VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan memanfaatkan sistem feodalisme yang sudah berkembang di Indonesia. 
Perlawanan kerajaan-kerajaan Islam terhadap VOC 

14  Perlawanan Mataram terhadap VOC (1628-1629) Sultan Agung (1613-1645) adalah raja terbesar Mataram yang bercita-cita: mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram, dan mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir cita-citanya, ia bermaksud membendung usaha- usaha Kompeni menjalankan penetrasi politik dan monopoli perdagangan. Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan dengan menghantam pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering terjadi perlawanan antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Serangan besar-besaran terhadap Batavia, dilancarkan dua kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan Dipati Ukur, sedangkan gelombang II di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Manduroredjo, dan Uposonto. Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga bulan, tetapi tidak menyerah. Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya terpukul mundur. Perlawanan pertama mengalami kegagalan disebabkan : a.    Kondisi pasukan Mataram yang kelelahan  b.    Terserang penyakit   Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di Batavia dilaksanakan tahun 1629.Sultan Agung menyerang Batavia untuk kedua kalinya yang dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan Mataram berusaha membendung sungai Citarum yang melewati kota Batavia. Pembendungan itu pun bermaksud agar VOC di Batavia kekurangan air dan mudah kelelahan. Strategi ini ternyata cukup efektif, terbukti bangsa Belanda kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit malaria dan kolera yang sangat membahayakan jiwa manusia. Perlawanan pasukan Mataram yang kedua terpaksa mengalami kegagalan lagi karena : a. Kalah persenjataan. 

15  b.   Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.
c.    Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.
d.   Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
e.    Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram.
Perlawanan Banten terhadap VOC (1651-1682) Pertentangan antara banten dengan VOC diawali Pada tahun 1619 J.P Coen berhasil merebut Jayakarta. VOC yang berpusat di Batavia ingin menguasai Selat Sunda, karena Selat Sunda merupaka daerah perdagangan Banten yang sangat penting, langkah Belanda ditentang terus oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan Banten meningkat setelah Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651.  Untuk melemahkan kerajaan banten  VOC melakukan politik "devide et impera". Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtoyoso mengangkat Sultan Haji sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Pada tahun 1680, Sultan Haji berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya : a.    VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya. b.    Banten dilarang berdagang di Maluku. c.    Banten melepaskan haknya atas Cirebon. d.   Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.  Perlawanan Makasar terhadap VOC (1666-1667) Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang

16 
muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan nama Makasar yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 - 1669. Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 - 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar. Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

17 
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya : 1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka. 2.      Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC. 3.      Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya. 4.     Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam. 5.    Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit. 
 Perlawanan Rakyat Maluku (1817) Perlawanan yang dilakukan oleh Thomas Matulesi (Pattimura) terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Adapun Sebab-sebab terjadinya perlawanan ini adalah : a.   Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC b.   Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib c.    Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinan Thomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku. Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda dikerahkan secara besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura dan kawan-kawan dan pada tanggal 16

18 
Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan, dan berakhir perlawanan rakyat Maluku. Kemunduran VOC Pemerintah Belanda akhirnya memutuskan untuk membubarkan VOC pada tanggal 31 Desember 1799. Semua hutang-hutang dan kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Runtuhnya disebabkan oleh hal-hal berikut : a.       Banyak pegawai VOC yang korupsi b.      VOC terjerat banyak hutang c.       Pengeluaran VOC yang semakin besar akibat melukakan perang d.Adanya persaingan yang ketat dari pedagang Eropa. 
2. Sistem Ekonomi Tanam Paksa yang Menjerat Rakyat Pada tahun 1830 Gubernur Belanda Jendral Van den Bosch memperkenalkanCultuurstelsel atau sistem tanam paksa, karena menurutnya akan memberi harapan yang lebih baik untuk negeri induk. Sistem tanam paksa yang diusulkan Van den Bosch merupakan gabungan antara sistem Priyangan dan sistem pajak tanah. Hakikat dari Cultuurstelsel adalah bahwa penduduk, sebagai ganti membayar pajak tanah sekaligus harus menyediakan hasil bumi yang nilainya sama dengan sejumlah tanah itu yang berupa hasil bumi untuk diekspor seperti yang diinginkan oleh pemerintah.  Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) merupakan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pihak Belanda antara tahun 1830 hingga pertengahan abad ke- 19. Sistem tanam paksa yang diterapkan pada zaman itu pada dasarnya adalah suatu penghidupan kembali sistem eksploitasi dari zaman VOC yang berupa pengerahan wajib dan sistem pajak tanah.  Menurut G. Moedjanto (1988: 17-18), Cultuurstelsel adalah istilah resmi pengganti cara produksi yang tradisional dengan cara produksi yang rasional. Tanam paksa adalah usaha pemerintah yang dalam pelaksanaannya menggunakan cara-cara paksa. Cultuurstelsel adalah sistem eksploitasi yang ditandai dengan :
a. Cultuurstelsel merupakan kegiatan negara di bidang ekonomi

19 
b. Pemerintah Belanda dengan alat-alatnya ikut campur dalam masalah produksi c. Aktif mengurus kegiatan sampai ke pedalaman d. Penggunaan uang sebagai alat tukar makin merata sampai ke pelosok
Menurut ketentuan Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834 No. 22 ketentuan pelaksanaan sistem tanam paksa adalah sebagai berikut :
a. Persetujuan akan diadakan dengan penduduk di mana penduduk akan menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa. b. Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak diperbolehkan melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi. c. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman perdagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.        d. Tanaman perdagangan yang dihasilkan di tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; jika nilai hasil tanaman perdagangan yang ditaksir itu melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat. e. Panen tanaman perdagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikitnya jika kegagalan itu tidak disebabkan oleh kelalaian rakyat. f. Penduduk desa akan mengerjakan tanah di bawah pengwasan kepala- kepala, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya akan membatasi diri pada pengawasan pembajakan tanah, panen, dan pengangkutan tanaman agar bisa berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Ketentuan-ketentuan di atas memang kelihatannya tidak terlampau menekan rakyat walaupun pada prinsipnya orang dapat mengajukan keberatan mengenai unsur

20 
paksaan yang terdapat dalam sistem tanam paksa seringkali jauh menyimpang dari ketentuan pokok, sehingga rakyat banyak dirugikan.
Pokok-pokok sistem tanam paksa menurut Indisch Staatsblad No. 22 tahun 1834 adalah sebagai berikut :
a. Akan diadakan perjanjian-perjanjian dengan rakyat, di mana rakyat akan menyerahkan sebagian dari tanah pertaniannya (sawah) untuk ditanami tanaman yang hasilnya nanti cocok bagi pasaran di Eropa. b. Tanah yang diserahkan itu adalah seperlima dari luas tanah pertanian suatu desa. c. Waktu yang dibutuhkan untuk tanaman tersebut sampai memberi hasil tidak boleh lama daripada penanaman padi. d. Tanah yang diserahkan itu, bebas dari pajak tanah. e. Hasil semua tanaman tadi harus diserahkan kepada pemerintah, jika ternyata hasil taksiran dari hasil tanaman itu, lebih tinggi dari jumlah yang dibayar pemerintah maka selisihnya akan dikembalikan kepada rakyat. f. Kalau ada gangguan alam hingga panen menjadi rusak, maka kerugian ditanggung oleh pemerintah. g. Rakyat bekerja di bawah pengawasan para kepala, pengawasan oleh para pegawai Eropa hanya terbatas pada kontrol terhadap pekerjaan panen dan transpor agar di jalankan pada waktu dengan baik. h. Dalam beberapa hal umpamanya mengenai gula, maka pekerjaan dapat dibagi sedemikian rupa sehingga sebagian dari rakyat dapat mengerjakan penanaman sampai masak, sebagian hanya memanen, sebagian lagi mengurus pengangkutan sampai pabrik dan selebihnya bekerja di pabrik. Tetapi yang terakhir ini hanya dikerjakan kalau memang kekurangan tenaga kuli bebas. i. Dalam hal dimana Cultuurstelsel mengalami kesulitan dalam pelaksanaan, harus tetap berpegang pada pembebasan pajak tanah dan sebagai patokan bahwa petani telah menjalankan tugasnya jika dia telah memelihara tanaman sampai dapat dipanen. Panenan dan pengerjaan hasil-hasil tersebut

21 
harus dijalankan dengan perjanjian baru atau cara-cara yang ditetapkan sebelumnya (Sartono K dan Djoko Suryo, 1991: 56).
Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Masyarakat.
1. Tanah dan Tenaga Kerja 
Pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Sistem tanam paksa pertama-tama mencampuri sistem pemilikan tanah penduduk pedesaan, karena para petani diharuskan menyerahkan tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor. Tuntutan akan kebutuhan tanah pertanian untuk penanaman tanaman ekspor yang dilakukan dengan ikatan desa telah mempengaruhi pergeseran sistem pemilikan dan penguasaan tanah. Ini terjadi karena berbagai hal, baik karena adanya pertukaran atau pembagian tanah-tanah pertanian untuk pemerataan pembagian kewajiban menyediakan tanah dan kerja kepada pemerintah, maupun karena kecenderungan perusahaan pemilikan tanah perseorangan menjadi tanah komunal desa.
2. Politik Ekonomi Uang
Pelaksanaan sistem tanam paksa juga besar artinya dalam mengenalkan ekonomi uang ke dalam lingkungan kehidupan pedesaan agraris. Pengenalan penanaman tanaman ekspor dan penyerapan tenaga kerja bebas yang berlangsung sejak sistem tanam paksa, pada dasarnyatelah menjadi pintu masuknya peredaran uang ke daerah pedesaan secara luas, yang besar pengaruhnya dalam membawa pergeseran perekonomian desa ke arah kehidupan ekonomi pasar.
Peredaran uang itu masuk antara lain melalui sistem pembayaran upah tanaman kepada petani penanam (plantloon), pembayaran ”uang penggalak tanaman” (cultuurprocenten) kepada para pejabat, pembayaran upah kerja bebas, dan dalam perkembangan terakhir pembayaran sewa tanah pada petani.
3. Kelaparan

22 
Bahaya kelaparan melanda daerah Jawa Tengah pada tahun 1849 sampai 1850, terutama terjadi di residen Semarang. Pada tahun 1850, residen Semarang penduduknya berkurang 9% sebagai akibat dari kematian dan pengungsian penduduk menuju daerah lain. Sebab yang mendasari terjadinya kelaparan adalah (1) Kesewenang-wenangan pemerintah dan penyalahgunaan para kepala pribumi, (2) Beberapa tanaman pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh penduduk seperti kopi, tembakau, tebu, dan nila, (3) Perluasan tanaman nila secara besar-besaran.
4. Penyakit
Penyakit tampaknya juga berhubungan dengan tempat tinggal dan makanan serta minuman atau kebiasan-kebiasaan lain dalam kehidupan sosial budaya orang- orang desa. Di kabupaten Demak, Grobogan, dan Semarang kelaparan menyebabkan banyak kematian. Selama panen gagal dan kelaparan, banyak penduduk-penduduk daerah ini yang menikmati makan hanya sekali sehari ditambah dengan makanan tambahan kecl seperti jagung, singkong, ubi. Oleh karena itu kegagalan panen dan kelaparan di Semarang sering diikuti oleh penyakit. Pengabaian terhadap masalah kebersihan juga menyebabkan penduduk mudah terserang penyakit. Perubahan-perubahan yang terjadi pada tanah-tanah daratan juga mempengaruhi penyakit, khususnya perluasan pekerjaan-pekerjaan irigasi, pembukaan sawah-sawah baru, dan perbaikan komunikasi dan transportasi.
5. Teknologi Baru
Secara tidak langsung pelaksanaan sistem tanam paksa, pada dasarnya telah mengenalkan teknologi baru, terutama dalam pengenalan biji-biji tanaman perdagangan, seperti tebu, indigo dan tembakau, beserta cara penanamannya, meskipun pengenalan teknologi pertanian baru yang terjadi pada masa itu belum dapat merangsang perubahan dan pertumbuhan perekonomian rakyat pedesaan pada umumnya. 3.  Bangkitnya Kesadaran Berbangsa dan Bernegara Kesadaran berbangsa dan bernegara bangsa indonesia perlu diwujudkan dalam menjaga keutuhan NKRI. Kesadaran berbangsa dan merupakan hal penting, mengingat sejarah perjuangan bangsa dalam memperoleh kemerdekaan disertai

23 
dengan pengorbanan yang luar biasa. Kesadaran berbangsa dan bernegara tidak hanya berlaku pada pemerintah, tetapi semua elemen warga negara wajib menerapkan arti sadar berbangsa dan bernegara. 
Membangun berbangsa dan bernegara terutama pada generasi generasi muda sangatlah penting, karena pemuda merupakan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, kegiatan dialog kesadaran berbangsa dan bernegara perlu diselenggarakan dalam rangka mendorong, memupuk, serta meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk meningkatkan kerukunan dan kesejahteraan, serta merumuskan pokok-pokok pikiran tentang peningkatan kesadaran berbangsa dan bernegara sebagai bahan kebijakan pemerintah dalam peningkatan wawasan kebangsaan bagi pemuda dan masyarakat. Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.   
4.   Rintisan Pergerakan Nasional Menuju Indonesia Merdeka Bangsa indonesia kaya akan jejak jejak kesadaran berbangsa dan bernegara. Salah satu periode yang menyimpan catatan sejarah mengenai hal tersebut adalah periode kebangkitan nasional. Kebangkitan nasional adalah masa bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, nasionalisme, dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan indonesia. 1. Budi Utomo Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo danekonomi dan  para pelajar Stovia pada tanggal 20 mei 1908. Organisasi ini

24 
bersifat sosial, ekonomi dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Organisasi yang pada awalnya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa ini menjadi sebuah gerakan awal yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Budi Utomo dapat dikatakan sebagai organisasi kebangsaan yang pertama. Berdirinya organisasi ini menandai kebangkitan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk melawan penjajah. Jika dahulu rakyat berjuang secara fisik dan berorganisasi secara tradisional samapi kedaerahan, sejak didirikannya Budi utomo, perjuangan bangsa indonesia ditempuh dengan cara berorganisasi modern demi kepentingan seluruh bangsa. Itulah sebabnya hari berdirinya budi utomo diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. 2. Sarekat islam
Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam sekaligus memajukan usaha para pedegang bumiputera. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu, agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam). Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horisontal. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun 1917 sampai dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Untuk menyebarkan propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat kabar yang bernama Utusan Hindia.  Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memcah belah persatuan SI.

25 
Bayang pemecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S. Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan pada tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua, yaitu SI Putih dan SI Merah.     a). SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.      b). SI Merah, yang berhaluasn sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang. Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Raya (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI). 3. Indische partij
Organisasi in berdiri pada tanggal 25 desember  1912. Tokoh organisasi ini adalah tiga serangkai yang terdiri atas Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Cipto Mangunkusumo. Organisasi ini merupakan suatu pergerakan baru yang sungguh berciri politik. Oleh karena itu, Indische Partij disebut sebagai organisasi politik pertama di Indonesia. Organisasi ini memusatkan perjuangannya untuk menggalang patriotisme di Indonesia. Patriotisme ini pertama tama ditumbuhkan di antara para anggota, lalu dalam setiap sanubari orang orang yang merasa dirinya bangsa Indonesia. Hal yang menarik dari organisasi ini adalah tidak adanya batasan keanggotaan pada kalangan bumiputera saja, melainkan juga terbuka bagi orang Indo serta Timur asing. Indische Partij mempunyai program untuk menumbuhkan nasionalisme Indonesia, rasa persatuan, kesadaran akan persamaan hak, serta toleransi terhadap sesama yang beda ras, suku, dan agama. Program tersebut dilaksanakan melalui kegiatan propaganda, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu melalui

26 
majalah dan surat kabar. Dalam propaganda propagandanya tokoh tokoh Indische Partij dengan berani mengecam pemerintah kolonial sebagai penjajah. Mereka pun secara terbuka mempropagandakan persiapan untuk membentuk negara Indonesia. 4. Pergerakan sumpah pemuda 
Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negaraIndonesia. Yang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda" adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua[1] yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan". Pada tanggal 28 Oktober 1928 malam, di Indonesische Clubgebouw yang penuh sesak, ribuan pemuda mendengar pidato penutupan Kongres Pemuda Indonesia ke-dua dan sekaligus mendengar lantunan lagu “Indonesia Raya” dari biola WR. Soepratman. Menjelang penutupan, Muhammad Yamin, yang saat itu berusia 25 tahun, mengedarkan secarik kertas kepada pimpinan rapat, Soegondo Djojopoespito, lalu diedarkan kepada para peserta rapat yang lain. Siapa sangka, dari tulisan tinta Yamin di secarik kertas itulah tercetus gagasan Sumpah Pemuda. Sumpah itu lalu dibaca oleh oleh Soegondo, lalu Yamin memberi penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya itu. Pada awalnya, rumusan singkat Yamin itu dinamakan “ikrar pemuda”, lalu diubah oleh Yamin sendiri menjadi “Sumpah Pemuda”. Berikut isi Sumpah Pemuda itu: 
Pertama : - KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA Kedua : - KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

27 
Ketiga : - KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA Djakarta, 28 Oktober 1928 
E. Zaman Penjajahan Jepang dan Awal Kemerdekaan Awal mula pendudukan Jepang di Indonesia adalah ketika perang dunia II berlangsung di daratan Eropa. Dalam situasi perang hebat inilah Jepang mencoba mencari celah untuk menguasai wilayah jajahan bangsa-bangsa barat di daratan Asia. Hal ini dilakukan Jepang untuk mewujudkan ideologi “Hakko Ichi-u” yang dianutnya. Dalam ideologi tersebut diyakini bahwa Jepang adalah penguasa dunia. Setelah menduduki Cina (1937) dan Vitenam (1940), Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 8 Desember 1941. Oleh karena itu, Sekutu membentuk ABDACOM, komando gabungan yang bermarkas di Lembang, Bandung. ABDACOM yang dipimpin Jenderal Terpoorten ini bertugas untuk melawan serangan Jepang di Asia Pasifik. Namun komando gabungan ini gagal karena singkatnya waktu yang mereka miliki. Agresi Jepang di Asia terhitung cepat. Hal ini dikarenakan pihak Sekutu lebih mengutamakan kemenangan mereka terhadap kelompok Jerman-Italia. Akibatnya, satu per satu daerah jajahan Sekutu di Asia berhasil direbut Jepang. Diawali dengan Malaysia yang dua kapal perangnya, Prince of Wales dan Repulse, berhasil ditenggelamkan. Setelah itu penyerangan Jepang berlanjut ke Negara Filipina, Hongkong, Birma, dan Singapura yang kesemuanya berhasil ditaklukkan oleh Jepang. Tidak berhenti di situ, Jepang mulai menyerang Indonesia. Tanggal 11 Januari 1942, Jepang menduduki Tarakan, Kalimantan Timur. Kemudian Balikpapan jatuh tanggal 24 Januari 1942 dan berturut-turut Jepang menguasai Pontianak, Samarinda, dan Banjarmasin. Bahkan pada tanggal 16 Februari 1942, Jepang sukses menduduki sumber minyak di Palembang. Dari sinilah Jepang dapat mulai menyerang pulau Jawa.

28 
Jepang mengirim pasukan Tentara ke-16 yang berpusat di Jakarta untuk merebut Pulau Jawa. Dipimpin Letjen Imamura Hitoshi, mereka mendarat di Teluk Banten, Eretan(Indramayu) dan di Pantai Kragan, Jawa Tengah pada tanggal 1 Maret 1942. Kemudian pada tanggal 5 Maret 1942, Batavia (Jakarta) dan Banten jatuh ke tangan Jepang, sehingga Belanda mengungsi ke Bandung. Pasukan Jepang di Jawa dibagi menjadi dua kelompok, salah satunya bertugas mengejar Belanda ke Bandung, dan lainnya menuju ke selatan hingga akhirnya berhasil merebut Subang dan lapangan terbang Kalijati. Jepang pun berhasil mendesak pasukan Belanda di Bandung hingga ke Lembang. Pada akhirnya, panglima angkatan perang Amerika Serikat, Jenderal Terpoorten, menyerah tanpa syarat kepada Letjen Immamura pada tanggal 8 Maret 1942. Kejadian tersebut terangkum dalam perjanjian Kalijati yang dilangsungkan di Kalijati, Jawa Barat. Oleh karena itu, sejak saat itulah Indonesia menjadi daerah jajahan Jepang. 
Di bawah kekuasaan Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah pemerintahan  sebagai berikut: a.       pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-25) untuk wilayah Sumatera dengan pusat di Bukittinggi b.      pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-16) untuk wilayah Jawa dengan pusat di Jakarta c.       pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2) untuk daerah Indonesia Timur dengan pusat di Makassar. Selain pembagian wilayah, Jepang juga melakukan kampanye propaganda untuk meminta dukungan rakyat dalam melawan Sekutu. Kampanye tersebut dikenal dengan nama Gerakan 3A dengan slogan “Jepang Pemimpin Asia, Jepang Perlindung Asia,Jepang Cahaya Asia”. Gerakan 3A ini dipimpin oleh Mr. Sjamsuddin. Dalam kampanyenya, Jepang memainkan peran sebagai pembebas seluruh bangsa Asia dari imperialisme Barat serta menyatukannya dalam “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Tetapi pada kenyataannya, Jepang juga bersikap semena-mena terhadap rakyat Indonesia melalui berbagai kebijakan yang

29 
diterapkannya selama menjajah Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengekangan Politik Jepang melarang keberadaan organisasi-organisasi sosial politik di Indonesia karena semua kegiatan politik dikendalikan Jepang. Organisasi sosial politik bentukan Jepang adalah MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) yang kemudian dirubah namanya menjadi Masyumi pada bulan Oktober 1941.
2. Mobilisasi Pemuda Jepang sangat memperhatikan kalangan pemuda di Indonesia karena Jepang ingin menjadikan mereka sebagai anggota perang bagi Jepang. Oleh karena itu, Jepang memobilisasi kaum pemuda dalam berbagai wadah pelatihan semi militer. Wadah-wadah pelatihan tersebut antara lain Seinendan (Barisan Pemuda), Tiho Seinendan (Barisan Pemuda Daerah), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi) di Jawa, Borneo Konen Hokokudan di Kalimantan, Bogodan di Sumatra, dan Heiho (Pembantu Prajurit). Selain pelatihan-pelatihan untuk kaum pemuda, Jepang juga membentuk himpunan bagi kaum wanita. Himpunan tersebut bernama Fujinkai (Himpunan Wanita). Himpunan ini  bertugas di dapur umum untuk menyediakan makanan bagi pasukan Jepang, serta bertugas mengumpulkan dana wajib dari rakyat berupa perhiasan dan hewan ternak.
3. Pengerahan Tenaga Kerja Jepang mengerahkan para penduduk yang menganggur sebagai romusha, yaitu tenaga kerja Jepang yang bertugas untuk membangun berbagai sarana perang. Namun karena banyak dari mereka yang meninggal, akhirnya Jepang merekrut penduduk-penduduk desa untuk turut menjadi romusha. Penderitaan rakyat yang semakin menjadi-jadi menimbulkan banyak perlawanan dari pihak rakyat kepada Jepang. Perlawanan-perlawanan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perlawanan rakyat Aceh. Perlawanan ini dipimpin Tengku Abdul Jalil sejak tanggal 10 November 1942. Awalnya rakyat berhasil mengusir Jepang, tapi keadaan menjadi terbalik setelah Jepang mendatangkan bala bantuan dan

30 
membakar masjid. Akhirnya Tengku Abdul Jalil melarikan diri dan tewas tertembak oleh Jepang ketika sedang menjalankan shalat. 2. Perlawanan rakyat Tasikmalaya. Perlawanan ini dipimpin K.H. Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944. Perlawanan ini dipicu oleh penolakan K.H. Zainal Mustofa terhadap tradisi seikeirei yang diberlakukan Jepang karena bertentangan dengan ajaran islam. Tapi sayang, rakyat Tasik beserta pemimpinnya berhasil ditangkap Jepang dan dikirim ke Jakarta. Mereka dijatuhi hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944 3. Perlawanan rakyat Indramayu. Perlawanan terjadi di beberapa desa, yaitu desa Kopiah, Anjatan, Kaplongan Karangampel, dan di desa Cidempet. Pemimpin perlawanan di desa Cidempet adalah K.H. Srengsrengan dan Kyai Madrias. Perlawanan itu dipicu oleh naiknya pungutan beras menjadi 25 kg yang memberatkan rakyat. 4. Perlawanan prajurit PETA. Perlawanan ini terjadi di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 14 Februari 1945. Para prajurit PETA merasa tidak tahan lagi melihat penderitaan rakyat Indonesia yang semakin menyengsarakan. Tapi prajurit PETA terdesak oleh pasukan Jepang hingga mereka mundur ke lereng gunung Kawi. Ketika mereka tertangkap, mereka diadili dan beberapa bahkan dihukum mati. Tapi keberadaan Supriyadi, sang pemimpin utama dalam perlawanan prajurit PETA ini tidak diketahui keberadaannya. 
Selain perlawanan yang dilakukan secara terang-terangan di atas, beberapa tokoh nasionalis juga melakuka pergerakan di bawah tanah secara diam- diam. Tokoh-tokoh tersebut antara lain A.A. Maramis, Amir Syariffudin, Sukarni, Sutan Syahrir, Wikana, dan Chaerul Saleh. Cara-cara yang mereka lakukan meliputi kontak rahasia, persiapan penyambutan kemerdekaan, dan pemantauan keadaan perang di luar negeri. 
B.     Wadah-Wadah Persiapan Kemerdekaan Dalam melaksanakan persiapan kemerdekaan Indonesia, dibentuk beberapa badan atau organisasi. Badan-badan tersebut ada yang bersifat resmi dan ada pula yang tak resmi. Tugas badan-badan tersebut kurang lebih menyangkut mewujudkan

31 
kemerdekaan Indonesia. Para anggota dari badan-badan tersebut ada yang bergerak secara terang-terangan (meskipun terselubung, tetapi gerakan mereka termasuk jelas karena mereka bergerak dalam naungan badan bentukan Jepang) dan ada pula yang bergerak secara diam-diam. Dalam masa rehat, panitia sembilan mengadakan sidang resmi pada tanggal 22 Juni 1945. Sidang ini dipimpin oleh Soekarno untuk membahas rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hasil rapat ini disampaikan dalam sidang BPUPKI yang kedua yaitu pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Hasil rapat panitia sembilan itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Adapun isi dari Piagam Jakarta adalah sebagai berikut: 1.      Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab 3.      Persatuan Indonesia 4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah rancangan pembukaan UUD dalam Piagam Jakarta disetujui, BPUPKI membentuk panitia perumus yang beranggotakan enam orang untuk merancang UUD. Panitia ini diketuai oleh Profesor Soepomo. Panitia ini menghasilkan rancangan UUD berupa pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD, dan batang tubuh UUD. Untuk selanjutnya, hasil kerja panitia perumus tersebut dilaporkan dalam sidang ketiga BPUPKI. D.    Latar Belakang Proklamasi dan Pelaksanaannya Peristiwa proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 silam merupakan peristiwa paling bersejarah bagi rakyat Indonesia karena melalui proklamasi itulah Indonesia memperoleh kemerdekaannya setelah bertahun-tahun tertindas dalam penjajahan. Tentunya, peristiwa tersebut mempunyai beberapa latar belakang. Latar belakang yang pertama adalah kekalahan Jepang dari Sekutu. Sekutu yang membalas dendam atas serangan Jepang sebelumnya, mengebom kota Hiroshima dan kota Nagashaki. Lumpuhnya dua kota penting tersebut melumpuhkan Jepang. Sehingga pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Tetapi Jepang menutupi kenyataan tersebut dari Indonesia.

32  
Sedangkan persiapan proklamasi sendiri berawal dari rapat-rapat yang diadakan BPUPKI. Kemudian setelah BPUPKI dianggap telah selesai menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya, dibentuk PPKI. Ketika PPKI akan melaksanakan rapatnya yang pertama pada tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda menekan Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, lepas dari campur tangan Jepang. Golongan muda menganggap PPKI sebagai badan bentukan Jepang, oleh karena itulah mereka mendesak golongan tua untuk melaksanakan proklamasi tanpa didahului rapat PPKI. Tapi permintaan mereka ditolak oleh Soekarno-Hatta. Hal ini mengakibatkan penculikan terhadap Soekarno-Hatta, ibu Fatmawati, dan Guntur Soekarno Putra pada tanggal 16 Agustus 1945. Mereka berempat dibawa ke Rengasdengklok pukul 04.00 WIB guna menekan Soekarno-Hatta agar mau menuruti keinginan golongan muda. Setelah terbentuk kesepakatan antara dua golongan ini bahwa proklamasi akan dilaksanakan besok pagi tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB di kediaman Ir. Soekarno. Akhirnya golongan muda membebaskan tawanannya. Setelah itu, rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1, Jakarta guna membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia keesokan harinya. Tokoh-tokoh yang hadir pada rapat itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Achmad Subardjo, anggota PPKI, dan golongan muda. Peserta rapat berkumpul di ruang makan Laksamana Maeda. Ir. Soekarno memegang pena dan kertas karena beliaulah yang menulis naskah proklamasi. Kemudian Achmad Subarjo mengusulkan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia” sebagai kalimat pertama. Kalimat tersebut disambung dengan kalimat “Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat- singkatnya” yang merupakan usulan dari Drs. Moh. Hatta. Kemudian, konsep teks proklamasi yang telah matang itu diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Dalam pengetikan, Sayuti Melik melakukan sedikit

33 
perubahan. Perubahan tersebut yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” di atas tandatangan Soekarno-Hatta diganti menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan penulisan tanggal yang semula berupa “Djakarta, 17-8-‘05” diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Tahun 05 adalah tahun Showa (tahun Jepang) yaitu tahun 2605. Tahun 2605 itu sama dengan tahun 1945 pada system kalender Masehi. Setelah pengetikan selesai, naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Tak lupa, ibu Fatmawati ikut serta dalam persiapan proklamasi, yaitu bertugas menjahit bendera yang akan  dikibarkan besok (17 Agustus 1945). Keesokan harinya, yaitu hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945, banyak tokoh pergerakan nasional dan rakyat yang berkumpul di kediaman Ir. Soekarno pada pukul 10.00 WIB. Mereka datang untuk menyaksikan langsung pelaksanaan proklamasi Indonesia.  Beberapa menit sebelum pukul 10.30 WIB, Soekarno-Hatta berjalan berdampingan menuju mikrofon. Kemudian, Soekarno berpidato singkat. Di tengah-tengah pidato itulah, teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera sang merah putih. S. Suhud mengambil bendera merah putih dari nampan yang telah disediakan kemudian mengibarkannya dengan dibantu oleh Latief Hendradiningrat. Ketika sang saka merah putih mulai dikibarkan, serentak hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah pengibaran bendera, acara ditutup dengan sambutan dari walikota Suwiryo dan Dr. Muwardi. Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut berlangsung dengan aman dan tertib. Ratusan pemuda, anggota Barisan Pelopor, dan pasukan Pembela Tanah Air (Peta) mengadakan penjagaan di luar halaman rumah Ir. Soekarno. Hal tersebut mereka lakukan guna mengantisipasi serangan dari pasukan Jepang yang berada di Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar